PERIKANAN SIDAT

IBARAT PIPIT MATI DI LUMBUNG PADI

Fenomena pembatasan beberapa produk pangan biru tropis yang seharusnya bernilai ekonomi tinggi oleh CITES di perdagangan global, dan kebangkrutan masal perusahaan budidaya sidat hampir di seluruh wilayah Indonesia harus segera direspon dan membutuhkan penanganan yang terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah sebagai bagian dari program ketahahan pangan pemerintah dan memastikan kembalinya kedaulatan pangan ke tangan masyarakat.

BAPPELITBANGDA SUKABUMI

Yayasan Garuda Dilautku Inisiatif bersama dengan Tim dari Deputi Kebijakan Pembangungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaksanakan serangkaian kegiatan lapangan sebagai langkah  mitigasi dan identifikasi awal kendala dan hambatan yang dihadapi pemerintah daerah dan masyarakat dalam tata kelola pangan biru tropis, khususnya perikanan sidat di wilayah Kabupaten Sukabumi pada tanggal 28 dan 29 Oktober 2025.  Kegiatan ini merupakan bentuk dukungan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) dan Grand Desain Tata Kelola Perikanan Sidat di Indonesia.

Rangkaian kegiatan diawali dengan diskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengambangan Daerah (BAPELIBANGDA) – Kabupaten Sukabumi tentang potensi, hambatan dan tatangan dalam optimalisasi pemamfaatan pangan biru tropis endemik sukabumi.  Pandemi Covid 19 telah menyebabkan rangkaian program dan kegiatan bidang perikanan yang telah disusun, dilaksanakan menjadi terlambat bahkan beberapa terhenti. Disisi lain, tuntutan regulasi internasional terhadap pangan biru tropis semakin ketat yang memaksa pemerintah untuk menyesuaikan regulasi yang ada di dalam negeri.

KUB SIDAT MANDIRI

Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi bersama masyarakat pelaku perikanan sidat,  yang diwakili oleh empat Kelompok Usaha Bersama (KUB) yaitu KUB Sidat Mandiri, KUB Mina Loji Mandiri, KUB Sidat Cibuni dan KUB Sidat Cikaso. Masyarakat mengeluhkan tentang semakin beratnya usaha dibidang perikanan sidat saat ini. Ketidaktersediaan data dan informasi pasti terkait jumlah kuota Provinsi Jawa Barat, waktu pengiriman, serta banyaknya jenis dokumen perizinan yang harus mereka penuhi, sangat memberatkan bahkan cenderung membingungkan nelayan tangkap dan pengepul yang notabene memiliki tingkat pendidikan menengah bahkan rendah. Hasil tangkapan dan budidaya terpaksa dijual dengan harga sangat rendah sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

KOLABORASI

Rombongan kemudian diajak untuk berkunjung ke Ruang Pendederan Sidat milik BBAT Sukabumi oleh Ibu Iin Lidinilah dan tim. Disana dijelaskan tentang sarana dan prasarana perikanan air tawar beserta program yang sedang berjalan serta dinamika yang mereka hadapi. Dapat disimpulkan bahwa dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana serta anggaran yang di miliki, Pemerintah Kabupaten Sukabumi belum menyerah dan tetap berjuang menjadikan perikanan sidat sebagai salah satu produk pangan biru tropis unggulan bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

PERJALANAN KE CURUG CIKASO

Keesokan harinya, pada tanggal 29 Oktober 2025,  rombongan bersama sama dengan perwakilan KUB, tim dari BBAT dan Dinas Perikanan yang diwakili Ibu Susanti Mariam, melakukan kunjungan ke habitat sidat di Curug Cikaso dan Sungai Cibuni. Dari identifikasi langsung ke habitat sidat, dapat disimpulkan bahwa nelayan tangkap di wilayah Kabupaten Sukabumi melakukan penangkapan habitat liar sidat masih menggunakan alat tangkap tradisional ukuran kecil, bahkan di beberapa wilayah Kabupaten Sukabumi telah ada kesepakatan tidak tertulis tentang larangan penangkapan sidat dengan mengunakan alat dan metode yang merusak lingkungan.

KEINDAHAN CURUG CIKASO

Dari rangkaian kegiatan selama di Sukabumi, beberapa kesimpulan sementara yang dapat ditarik antara lain: 1) Tidak ditemukan kerusakan ekosistem dan habitat yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan sidat di alam liar. 2) Penggunaan kosakata dan kalimat yang terlalu ilmiah dari para peneliti dan penyuluh sehingga menyulitkan masyarakat untuk memahaminya. 3) Belum ada program perikanan sidat yang berhasil memberikan dampak langsung dan jangka panjang bagi peningkatan keterampilan dan kesejahteraan masyarakat. 4) Pemerintah Daerah Sukabumi masih tetap berupaya menjadikan sidat sebagai salah satu produk unggulan dan prioritas. 5) Kekecewaan masyarakat terhadap beberapa NGO Internasional yang terindikasi hanya sekedar basa basi, lalu mengumpulkan data untuk kebutuhan pribadi dan kemudian pergi.

Begitulah Nestapa Perikanan Sidat di Sukabumi. Tidak ditemukan kerusakan ekosistem, tidak ada moral hazard masyarakat, dan pemerintah daerah pun belum putus asa. Kekecewaan pasti ada, tetap jangan hanya karena kendala data, infomasi dan metode komunikasi, berkah sidat dari alam Sukabumi hanya menjadi mimpi. Ibarat pipit mati di lumbung padi. Tim Garuda Dilautku dan BRIN, bersama sama dengan unsur Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan pelaku usaha perikanan sidat, sepakat untuk mengurai semua kendala dan hambatan, menyusun solusi konkret dan membawa ke Forum Nasional Perikanan Sidat yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 November 2025, bertempat di Bale Sawala, Gedung Rektorat Kampus Jatinangor, Universitas Padjadjaran.